Catur (bahasa Inggris: chess) adalah permainan papan strategi dua orang yang dimainkan pada sebuah papan kotak-kotak yang terdiri dari 64 kotak, yang disusun dalam petak 88, yang terbagi sama rata (masing-masing 32 kotak) dalam kelompok warna putih dan hitam.[1] Permainan ini dimainkan oleh jutaan orang di seluruh dunia. Catur diyakini berasal dari permainan India, chaturanga (yang menjadi asal nama catur), sekitar abad ke-7. Chaturanga juga diperkirakan merupakan nenek moyang dari permainan strategi serupa yang berasal dari Dunia Timur, seperti xiangqi (catur Cina), janggi (catur Korea), dan shogi (catur Jepang). Catur mencapai Eropa pada abad ke-9, saat terjadi penaklukan Hispania oleh Umayyah. Buah-buah catur tersebut diperkirakan mendapat bentuknya yang dikenal saat ini pada akhir abad ke-15 di Spanyol, sedangkan aturan catur modern distandardisasi pada abad ke-19.
Buku Catur Bahasa Indonesia
Cara bermainnya adalah dengan melihat semua pergerakan pemain. Pada mulanya, setiap pemain memiliki 16 buah catur: satu raja (king), satu menteri (dalam bahasa Inggris disebut queen atau ratu), dua benteng (rook), dua kuda (dalam bahasa Inggris disebut knight atau kesatria), dua gajah (dalam bahasa Inggris disebut bishop atau uskup), dan delapan bidak atau pion. Setiap jenis buah catur memiliki gerakannya masing-masing, dengan yang paling kuat adalah ratu dan yang paling lemah adalah pion. Tujuan dari permainan ini adalah melakukan sekakmat[note 1] pada raja lawan dengan menempatkan buah tersebut pada posisi di mana ancaman untuk ditangkap (atau dimakan) tidak terelakkan. Untuk mencapai tujuan ini, buah-buah milik pemain harus digunakan untuk menyerang dan menangkap buah lawan, sambil buah-buah tersebut tetap menjaga satu sama lain. Selama permainan berlangsung, jalan permainan biasanya melibatkan pertukaran buah dengan buah lawan yang mirip, serta penemuan dan perekayasaan peluang untuk melakukan pertukaran secara menguntungkan atau untuk mendapatkan posisi yang lebih baik. Selain sekakmat, seorang pemain memenangkan permainan jika pemain lawan mengundurkan diri, atau (dalam permainan berwaktu) kehabisan waktu. Ada juga beberapa cara yang membuat permainan berakhir dalam keadaan remis atau seri.
Catur pada permulaannya dimainkan di India bagian barat, dikenal dengan nama Chaturanga.[5] Chaturangga merupakan kata bahasa Sanskrit yang berarti "4 pasukan perang",[6] merujuk pada 4 pasukan perang yang digunakan oleh India saat itu, kereta perang, tentara bergajah, tentara berkuda dan infantri. Permainan chaturangga merupakan miniatur dari kondisi perang yang sesungguhnya. Dua pasukan perang saling berhadap-hadapan, daerah netral ada diantara keduanya, pasukan infantri di garis depan, pasukan berkendaraan di garis belakang, dengan pimpinan berada di tengah. Buah catur permainan Chaturangga terdiri dari Raja, Menteri, Pasukan Bergajah, Pasukan Berkuda, Kereta Perang (sekarang menjadi Benteng), dan Pasukan Infantri (sekarang menjadi Bidak).[6]
Peraturan catur diterbitkan oleh FIDE (Fédération Internationale des Échecs, bahasa Indonesia: Federasi Catur Dunia), badan yang bertanggung jawab dalam membuat dan merevisi aturan catur secara internasional, yang dipublikasi dalam suatu Buku Pegangan.[7] Aturan yang diterbitkan oleh badan pengaturan nasional, organisasi catur yang tidak terafiliasi, penerbit komersial, dll. mungkin berbeda dengan aturan yang dikeluarkan oleh FIDE. Aturan FIDE yang paling baru direvisi pada 2018.
Rokade (bahasa Inggris: castling) merupakan gerakan khusus dalam catur di mana raja bergerak dua petak secara horizontal menuju benteng di baris pertamanya, kemudian meletakkan benteng pada petak di belakang jalur yang dilalui raja. Kedua benteng dapat digunakan untuk melakukan gerakan ini.
Kata catur diambil dari bahasa Sanskerta yang berarti "empat". Namun kata ini sebenarnya merupakan singkatan dari caturangga yang berarti empat sudut. Di India kuno permainan catur memang dimainkan oleh empat peserta yang berada di empat sudut yang berbeda. Hal ini lain dari permain catur modern di mana pesertanya hanya dua orang saja.
Encyclopaedia of Chess Openings (ECO) adalah sebuah karya referensi yang menjelaskan keadaan teori pembukaan dalam permainan catur, yang awalnya diterbitkan dalam lima volume dari tahun 1974 sampai 1979 oleh perusahaan Serbia Šahovski Informator (Chess Informant). Saat ini buku sedang dalam pengembangan edisi kelima. ECO juga dapat merujuk pada sistem klasifikasi pembukaan yang digunakan oleh ensiklopedia.
ECO dan Chess Informant diterbitkan oleh perusahaan Šahovski Informator yang berbasis di Belgrade. Gerakan-gerakan catur diambil dari ribuan permainan master, dan dari analisis yang dipublikasikan di Informant. Informasi ini selanjutnya disusun oleh para editor, sebagian besar adalah grandmaster, yang memilih alur (lines) gerakan yang mereka anggap paling relevan atau kritis. Editor utama sejak edisi pertama adalah Aleksandar Matanović. Bukaan-bukaan tersebut disajikan dalam tabel ECO yang secara ringkas menyajikan alur pembukaan yang dianggap paling penting oleh para editor. ECO mencakup pembukaan-pembukaan secara lebih rinci daripada publikasi volume tunggal saingannya seperti buku Modern Chess Openings dan Nunn's Chess Openings, tetapi kurang rinci daripada buku-buku yang khusus membahas pembukaan yang spesifik.
Buku-buku ini ditujukan untuk pembaca internasional dan hanya berisi sedikit teks, yang dalam beberapa bahasa. Sebagian besar isinya terdiri dari diagram posisi dan gerakan catur, dianotasi dengan simbol-simbol, banyak di antaranya dikembangkan oleh Chess Informant. Chess Informant memelopori penggunaan Figurine Algebraic Notation untuk menghindari penggunaan inisial untuk nama-nama bidak, yang bervariasi antar bahasa.
"Oslan teabenat kiunnan baefnenOn nanat kaisam tokom, em hat nao ha taim kiu bafe'Kiubaef'a nok unsam masi'at minna kah, masit islaut finMe han nes nanit, le' mitman kiubaefina sina `loemkina"APA makna kalimat di atas? Mohon maaf, beta pun tidak tahu. Soalnya bukan bahasa ibuku. Itu bahasa ibu Prisco Virgo, penutur asli bahasa daerah Timor yang baru saja meluncurkan buku berjudul UBI. Singkatan dari Uablaban Bahasa Ibuku. Edisi terbatas buku ini terbit bulan Agustus 2010.Coba tuan dan puan simak sekali lagi empat kalimat di atas. Lihat kata yang dicetak tebal. Pada kalimat baris pertama ada kata kiunnan dan baefnen. Pada kalimat baris kedua, dua kata itu berubah jadi kiu bafe'. Pada kalimat baris ketiga, dua kata itu malah bersatu menjadi kiubaef'a. Dan, pada kalimat baris keempat, dua kata yang sama berubah lagi menjadi kiubaefina.Tentu hanya seorang penutur asli (native speaker) bahasa ini yang dapat menikmati perbedaan nuansa serta nilai rasa bahasa dari perubahan keempat kata di atas serta arti yang dikandung keempat bentuk perubahan itu. Tuan dan puan serta beta yang bukan penutur asli tidak merasakan perbedaan serta nilai rasa bahasa itu. Kecuali kalau mau serius belajar Uablaban, bahasa yang dipakai masyarakat bangsa Atone (Atoni), bangsa yang berdiam di Pulau Timor bagian barat (NTT).
Empat kalimat di atas agaknya sengaja ditunjukkan Prisco Virgo dalam pengantar buku UBI demi memberi tahu sidang pembaca betapa bahasa ibunya itu kaya, unik sekaligus indah. Keunikan itu antara lain tampak dari perubahan bentuk kata (morfemisasi). Selama ini kita mengenal Kefamenanu, ibukota Kabupaten Timor Tengah Utara (TTU). Menurut Prisco Virgo, tulisan yang benar sesuai nilai rasa bahasa Uablaban seharusnya Kefamnanu'. Melalui buku UBI, penulis bernama asli Fransiskus Xaverius Primus Uluk Djuki Ta'neo tegas memperlihatkan kecintaan dan keingintahuan yang besar akan bahasanya sendiri. Beta salut atas usaha misionaris SVD yang berkarya di Timor Leste tersebut. UBI adalah hasil kerja keras pria kelahiran Bansone', Kefamnanu' itu selama 20 tahun. Dia mengamati dan mengumpul kekayaan Uablaban sejak masih tercatat sebagai mahasiswa STFK St. Paulus Ledalero, Maumere-Flores tahun 1980-an. Luar biasa! Prisco Virgo tidak berlatar belakang studi linguistik. Ilmu dasarnya filsafat dan teologi. Namun, mengecapi buku karyanya, pembaca akan menimba ilmu linguistik yang amat kaya. "Eja, saya tidak menganggap hasil pengamatan ini sebagai sebuah karya linguistik yang ilmiah tetapi hanya sebuah korpus data yang moga-moga bisa digunakan ahli linguistik untuk meneliti dan menulis lebih lanjut mengenai bahasa yang indah ini," katanya kepada beta di Kupang dua pekan lalu. Beta tersanjung karena menerima UBI langsung dari tangan penulisnya sendiri. Dia datang jauh- jauh dari Dili, Timor Leste.Kiranya tidak banyak anak Flobamora yang memilih kerja sunyi dan tidak populer semacam ini. Selain Prisco Virgo beta ingat Yohanes Manhitu. Kalau beta tidak keliru, Yohanes Manhitu yang bermukim di Yogyakarta telah melahirkan kamus Bahasa Tetun-Indonesia, Indonesia-Tetun. Karya itu juga sudah diterjemahkannya ke dalam bahasa Inggris. Mau mengenal Yohanes, silakan klik Omong-omong soal bahasa ibu alias bahasa bawaan karena kelahiran, beta termasuk orang yang risau. Bahasa ibuku (mother-tongue) adalah bahasa Lio (Ende, Flores-NTT). Bahasa ibu dari istriku, bahasa Keo (Nagekeo). Anak-anakku lahir di Kupang. Di rumah kami menggunakan bahasa Indonesia dan bahasa Kupang. Anakku masih kecil. Masih bisa dituntun. Tapi apakah mereka nanti mau belajar bahasa daerah Lio dan Keo? Beta tak yakin seratus persen karena pengalaman menunjukkan hal itu sulit terwujud. Ada anak Manggarai tetapi belum tentu bisa berbahasa Manggarai. Ada anak Rote, Sabu atau Sumba yang sama sekali tak cakap berbahasa Rote, Sabu dan Sumba.Meski data valid harus dibuktikan lewat penelitian ilmiah, beta bisa memastikan kecenderungan penutur bahasa daerah di NTT terus menurun jumlahnya dari tahun ke tahun. Bayangkan 50 sampai 100 tahun ke depan, tinggal berapa bahasa daerah yang masih hidup di kampung besar Flobamora? Kata peribahasa, bahasa menunjukkan bangsa. Bahasa hilang, bangsa punah. Gawat!Dua tahun lalu LIPI (Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia) merilis data miris. Sekitar 250 bahasa daerah di negeri ini di ambang kepunahan. Tergilas oleh nasionalisasi dan globalisasi bahasa-bahasa besar dunia. Fakta serupa sesungguhnya terjadi beranda Flobamora. Coba tuan dan puan tanya diri, masih bisa cas cis cus dengan bahasa ibu?Maka upaya sadar Prisco Virgo, Yohanes Manhitu atau siapa pun anak NTT yang peduli terhadap bahasa ibu, patutlah digugu dan ditiru. Toh hanya melalui buku, anak zaman ini mampu mewariskan nilai-nilai luhur budaya bangsa bagi generasi berikut. Lewat buku atau kamus bahasa daerah, generasi yang lahir seribu tahun mendatang masih bisa belajar bahasa Uablaban, Tetun, Lio atau bahasa daerah lain di NTT. 2ff7e9595c
Comentários